OUTENTIK-Gubernur Sulawesi Tengah, H. Anwar Hafid, menegaskan inflasi yang tinggi menjadi tantangan serius bagi masyarakat karena langsung berdampak pada meningkatnya angka kemiskinan.
Hal itu disampaikan saat menghadiri Focus Group Discussion (FGD) bertema “Dari Gerbang Desa untuk Indonesia, Penguatan Lembaga Ekonomi Daerah dalam Ekosistem Distribusi Pangan” yang digelar di Grand Syah Hotel Palu, Kamis (25/9/2025).
Sulawesi Tengah saat ini menempati posisi keempat inflasi tertinggi di Indonesia dengan angka 4,0 persen. Penyumbang terbesar inflasi adalah beras, meski produksi beras di daerah ini sebenarnya surplus.
“Sulawesi Tengah masih berada di posisi keempat inflasi tertinggi di Indonesia dengan angka 4,0. Penyumbang terbesar inflasi adalah beras, padahal produksi beras kita sebenarnya surplus. Namun, kenyataannya harga di pasar justru tinggi,” ungkap Anwar Hafid.
Ia menekankan pentingnya pemerataan distribusi pangan melalui program Satu Harga untuk Sulawesi Tengah sebagai bagian dari misi BERANI Sejahtera.
Menurutnya, stabilisasi harga pangan menjadi kunci menjaga daya beli masyarakat, menekan kemiskinan, sekaligus memperkuat ekonomi daerah.
Tercatat, angka kemiskinan di Sulawesi Tengah mencapai 11 persen atau sekitar 310 ribu jiwa, dengan 80 ribu rumah tangga masuk kategori miskin.
“Setiap kenaikan inflasi langsung berdampak pada rakyat kecil. Ketika harga naik, yang paling menderita adalah masyarakat miskin. Karena itu, menjaga inflasi adalah tugas utama kita semua, bukan hanya BPS,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Gubernur memberikan apresiasi terhadap gagasan Sekretaris Daerah Parigi Motong yang mendorong regulasi bersama untuk memperkuat distribusi pangan.
Ia menilai langkah tersebut lebih efektif daripada membentuk perusahaan daerah baru.
“Kalau kita satukan langkah, regulasi, dan gerak bersama, maka lonjakan harga bisa kita kendalikan. Dengan begitu, inflasi bisa ditekan, kemiskinan berkurang, dan masyarakat terlindungi,” tutup Anwar Hafid.
Komentar