OUTENTIK-Palu mengenalnya bukan hanya sebagai suara di balik berita, tapi juga sebagai mata yang tak pernah lelah menatap langsung peristiwa.
Mita Meinansi, perempuan kelahiran 1982 itu, bukan jurnalis biasa. Ia adalah sosok yang sejak dua dekade lalu telah meretas jalan di medan jurnalistik Sulawesi Tengah.
Ia memulainya pada tahun 2000 dan menjejakkan kaki di dunia media melalui Mingguan Otonomi. Sejak saat itu, langkah Mita tak pernah mundur. Setelah malang melintang di media harian, Mita menyelami hiruk pikuk layar kaca, dari ANTV, TVOne, hingga terakhir di MGN Network yang menaungi Metro TV dan Media Indonesia.
Di antara suara tembakan dan teriakan massa, Mita berdiri. Ia pernah jadi saksi mata sejarah kelam Poso pada 2006. Di saat banyak memilih menjauh, ia justru mendekat, demi mengabarkan kebenaran.
Ada satu kisah nyaris tak terungkap. Sebuah kisah tentang maut yang hampir mengajaknya ikut. Saat itu, sebuah helikopter milik TNI AD yang ditumpangi Danrem Tadulako jatuh di Kasiguncu, Poso Pesisir Selatan.
Tiga belas prajurit gugur dalam tugas.Mita sempat hendak ikut terbang bersama mereka. Tapi takdir berkata lain. Helikopter penuh, dan niat itu ia urungkan.
Mungkin, semesta masih menitipkan tugas lain untuknya. Kisah itu hanya satu dari ratusan atau ribuan kisah dari Mita di dunia jurnalistik.
Kini, puluhan tahun sejak langkah pertamanya di dunia jurnalistik, Mita Meinansi memasuki babak baru. Hari ini, Senin (4/8/2025), ia dilantik sebagai satu-satunya perempuan Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Tengah periode 2025–2028.
Bukan jalan instan, bukan juga karpet merah. Ini adalah puncak dari konsistensi, dari nyali, dari kesetiaan pada nilai-nilai yang lama ia junjung sebagai jurnalis.
Perempuan yang dulu berlari mengejar narasumber di lorong-lorong kota kini bersiap mengawal ruang siar agar tetap bersih dari bias dan kekeliruan.
“Saya cuma ingin bersama-sama pemerintah daerah dan masyarakat menciptakan siaran sehat yang berkualitas,” ujarnya.
Namun, di balik sosok tegas dan lugas itu, Ibu beranak satu tetaplah perempuan yang punya sisi personal yang lekat. Ia punya satu warna yang nyaris jadi identitasnya, tidak lain adalah merah.
Dari busana yang ia kenakan, hingga sepeda motor kesayangannya, semuanya bernuansa merah menyala.
Warna keberanian yang seolah merepresentasikan semangatnya dalam bekerja.
Ia juga mencintai alam. Bukan sebagai anak pecinta alam dalam arti formal, tapi ia punya kecintaan yang tenang dan tulus pada bentang hijau, senja di pegunungan, dan desir angin pesisir.
Satu lagi yang tak kalah konsisten. Gaya menulis pesannya di WhatsApp dan media sosial. Unik, khas, dan tak pernah berubah. Selalu campuran huruf besar, huruf kecil, dan angka.
Mita Meinansi, sang jurnalis yang kini menjelma regulator. Sebuah metamorfosis, bukan untuk berdiam, tapi untuk menjaga gema suara publik tetap jernih di frekuensi yang adil dan merdeka.









Komentar