Pelukan Rindu dari Balik Jeruji Besi Lapas Kelas IIA Palu

OUTENTIK-Sabtu (7/1/2025) pagi, sejumlah langkah terlihat telah membanjiri halaman Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Palu.

Satu per satu keluarga/kerabat datang membawa harapan dan rindu yang telah lama membatu. Hari itu bukan sekadar Sabtu biasa, melainkan lebaran Idul Adha 2025, saat di mana pengorbanan dan keikhlasan menjadi nyala di dada.

Di balik jeruji besi, wajah-wajah penuh harap berdiri. Mereka adalah warga binaan. Jiwanya sedang menebus kesalahan, namun tak pernah kehilangan rasa sebagai anak, ayah, suami, atau saudara.

Mereka berdiri tegak, menunggu pelukan yang jarang datang. Pelukan yang menembus besi, pelukan yang menyampaikan kata-kata tanpa suara.

Seorang perempuan tampak menggenggam, memeluk, mencium seorang pria berbaju biru kuning yang bertulisjan “Warga Binaan Lapas Palu”. Air dari matanya juga tak kuat dibendung.

“Sabar..Sabar.. Kalau ada jalan masuk pasti ada jalan keluar,” ujar Meliana, pegawai Lapas Palu yang melihat warga menjenguk keluarganya di dalam Lapas Palu.

Keluarga, kerabat, sahabat yang datang ke Lapas Palu bukan hanya membawa makanan dan pakaian, tapi juga sebongkah maaf dan doa yang tak pernah putus. Tak ada hadiah mewah, hanya keringat dan air mata yang bercampur menjadi persembahan paling jujur hari itu.

Waktu berjalan lambat. Setiap detik bersama menjadi harta, setiap senyum menjadi pelipur luka yang selama ini menganga di dada para penghuni lapas.

Hari raya menjadi sejenak pelipur lara, saat kasih sayang dapat melompat lebih tinggi dari tembok dan kawat berduri.

Kepala Lapas Kelas IIA Palu, Makmur, mengatakan, bahwa kunjungan keluarga di hari raya menjadi momen yang sangat penting bagi proses pembinaan mental dan emosional warga binaan.

“Hari besar seperti Idul Adha ini adalah momen spiritual dan emosional. Kami memberikan ruang lebih bagi keluarga untuk berkunjung, karena dukungan mereka sangat berperan dalam proses pembinaan narapidana,” ujarnya.

Menurutnya, Lapas membuka jam besuk khusus Idul Adha sejak hari pertama Idul Adha.

Tak hanya pihak lapas yang menyadari arti penting momen ini, para warga binaan pun merasakan getaran yang sama.

Salah satu warga binaan, berinisial R, tak kuasa menahan tangis ketika ditanya tentang pertemuannya dengan keluarga.

“Saya tahu saya salah, dan mungkin waktu tak bisa diputar. Tapi saat ibu saya peluk saya hari ini, saya merasa masih ada tempat saya bisa pulang. suatu hari nanti,” ujar R.

Ketika jam besuk usai, para keluarga kembali melangkah pergi. Ada yang berjalan dengan mata bengkak, ada pula yang tersenyum pahit sambil melambaikan tangan.

Mereka meninggalkan Lapas, tapi juga meninggalkan secercah harapan. Bahwa suatu hari, pelukan itu tak lagi dibatasi jeruji.

Komentar