Dalam Gelap, Ada yang Tetap Menyala

Kisah Natalia, Perempuan PLN Palu yang Meninggalkan Rumah Demi Terangnya Sulawesi Tengah”

Minggu malam, 11 Mei 2025. Kota Palu dan sebagian besar wilayah Sulawesi Tengah terdiam dalam kegelapan.

Pukul 20.46 WITA, langit yang biasanya diterangi lampu jalan dan bias dari jendela rumah warga, kini berubah menjadi lautan pekat tanpa cahaya.

Listrik padam bukan hanya di satu sudut kota, tapi di hampir seluruh jantung wilayah Sulawesi Tengah. Bukan karena hujan, bukan karena badai. Tapi, karena gangguan besar di sistem transmisi 275 kV, melibatkan Latuppa, Pamona, dan Wotu.

Sebuah kerusakan yang tersembunyi di antara tiang-tiang besi raksasa itu tiba-tiba melumpuhkan peradaban modern dalam hitungan detik.

Namun, di saat sebagian besar warga mulai resah mencari lilin dan power bank, ada orang-orang yang justru bersiap keluar rumah.

Mereka yang tak mengenal waktu kerja ketika krisis datang.

Salah satunya adalah Natalia, seorang perempuan yang bekerja sebagai Asisten Manager Keuangan dan Umum di PLN UP3 Palu.

Manager PLN UP3 Palu Yanuar (Tengah) memonitor tegangan dan beban sistem Sulteng dan bersama tim mengikuti zoom kordinasi pemulihan kelistrikan Sulteng dan Sultra. Foto ; PLN UP3 Palu.

Malam itu, Natalia baru saja merapikan jadwal liburnya bersama keluarga. Seharusnya, hingga Selasa, 13 Mei, ia bisa sepenuhnya menjadi “ibu” di rumah, bukan pegawai.

Namun takdir berkata lain. Deretan pesan masuk, panggilan telepon beruntun, dan kabar darurat yang menyelinap seperti angin dingin malam, membuatnya menegakkan punggung dan mengambil keputusan cepat: kembali ke kantor.

Rumah kecil tempat ia tinggal mendadak sunyi, bukan hanya karena lampu mati, tapi karena sang ibu harus pergi meninggalkan mereka di tengah gelap.

Suaminya mengantar Natalia ke kantor, menyembunyikan cemas di balik senyum tipis. Sementara anak-anaknya yang sudah memahami betapa pentingnya pekerjaan ibunya berbaring di teras, menyambut malam seolah sedang berkemah dalam petualangan kecil. “Syukurnya mereka paham. Kalau mati lampu, mereka malah menikmati suasananya,” kata Natalia.

Tak lama setelah ia tiba di kantor, suasana mulai terasa seperti ruang siaga perang. Manager, staf, teknisi, semuanya bekerja seperti satu tubuh.

Di luar, 559.999 pelanggan terputus dari jaringan listrik. Di dalam, Natalia bergerak cepat menjalin koordinasi dengan Unit Induk Distribusi Suluttenggo, menyampaikan laporan teknis, menjawab pertanyaan masyarakat, hingga menenangkan keresahan dari berbagai saluran informasi, grup RT, media sosial, dan sambungan telepon kantor yang tak henti-hentinya berdering.

“Ada yang marah, ada yang ketus, tapi ada juga yang mendoakan kami. Semua itu kami hadapi. Kami harus tetap tenang, menyampaikan bahwa proses pemulihan sedang berjalan bertahap,” tuturnya, dengan suara yang berusaha tetap kuat.

PLN mencatat bahwa pada jam-jam awal pemadaman, 474.015 pelanggan masih belum mendapatkan aliran listrik kembali. Baru sekitar 21,7% atau 121.606 pelanggan yang telah dipulihkan.

Di balik angka ini, ada perjuangan teknis yang rumit. 10 gardu induk, 79 penyulang, dan 4.241 gardu distribusi terdampak. Sebagian besar masih dalam kondisi padam pada malam itu.

Wilayah terdampak meliputi hampir seluruh UP3 Palu dan sejumlah ULP—mulai dari Palu Kota, Kamonji, Donggala, Tawaeli, Tambu, Parigi, Poso, Tentena, hingga Kolonodale.

Semuanya sunyi, namun sekaligus penuh suara di baliknya suara generator, suara keluhan, dan suara harapan.

Di pusat kendali, Natalia bukan hanya menyusun laporan. Ia juga menjadi perisai bagi rekan-rekannya yang sedang terjun langsung di lapangan.

Komunikasi harus dijaga, kepercayaan masyarakat harus dipelihara, dan itu semua tidak bisa menunggu esok pagi.

“Kami menyampaikan bahwa listrik akan pulih bertahap. Dan itu bukan janji kosong, karena teman-teman teknis kami di lapangan sedang berjuang keras,” katanya.

Ketika ditanya kenapa memilih untuk datang ke kantor alih-alih tinggal di rumah saat libur, Natalia menjawab dengan kalimat sederhana yang justru terasa sangat dalam.

“Karena ini bukan sekadar pekerjaan. Ini soal tanggung jawab. Kami tidak bisa menunggu hari kerja untuk menyelesaikan ini.” Kalimat itu mungkin terdengar klise bagi sebagian orang, tapi bagi Natalia dan ratusan pekerja PLN lainnya, itu adalah prinsip hidup.

Bahwa ketika listrik padam, mereka harus menjadi cahaya, walau sekecil apapun.

Kini, pemulihan terus dilakukan. Gardu induk telah pulih sekitar 20%, penyulang 8,7%, dan gardu distribusi 20,6%. Masyarakat perlahan kembali mendapatkan terang.

Namun kisah pengabdian di balik layar inilah yang seharusnya tidak dilupakan.

Di tengah gelap yang merata, ada hati yang terus menyala. Dan di dalam kantor PLN UP3 Palu malam itu, Natalia adalah salah satunya. (Gayanara).

Natalia, Salah satu Srikandi PLN UP3 Palu.

Komentar