Masih ada Tiga DPO KPK termasuk Harun Masiku

Outentik-Hingga saat ini masih ada tiga orang yang tercatat sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) salah satu dari tiga nama yaitu Harun Masiku.

DPO yang pertama yaitu  Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin terlibat kasus dugaan Tindak Pidana terkait pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP elektronik) tahun 2011 sampai 2013 pada Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.

Kemudian, Kirana Kotama atau Thay Ming dengan kasus dugaan Tindak pidana korupsi pemberian hadiah terkait penunjukan Ashanti Sales sebagai agen eksklusif PT PAL Indonesia (Persero) dalam pengadaan Kapal SSV untuk Pemerintah Filipina tahun 2014.

Dan yang terakhir yaitu Harun Masiku, terkait dugaan Tindak Pidana Korupsi memberi hadiah atau janji kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara. Dari data KPK Harun Masiku telah dicari sejak 17 Januari 2020.

Kasus Harun Masuki memasuki babak baru. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan HK sebagai Tersangka dalam pengembangan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait suap atas penetapan anggota DPR RI terpilih 2019-2024.

Tersangka HK juga diduga dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan perkara dimaksud.

Dalam perkara ini, sebelumnya KPK telah menetapkan empat orang sebagai Tersangka, yaitu HM dan SB selaku pemberi suap, serta WS dan ATF selaku penerima suap.

Selanjutnya, pada proses penyidikan berkas perkara dan upaya penelusuran daftar pencarian orang (DPO) HM, KPK menemukan adanya bukti keterlibatan HK dan DTI selaku orang kepercayaan HK.

Tersangka HK diduga bekerja sama dengan HM, SB, dan DTI melakukan penyuapan kepada WS dan ATF. HK diduga mengatur dan mengendalikan DTI untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada WS dan ATF.Selain itu, HK juga diduga memerintahkan HM dan saksi lain untuk merendam telepon selulernya ke dalam air agar informasi yang dibutuhkan KPK tidak dapat ditemukan. HK juga diduga memerintahkan HM untuk melarikan diri.

HK pun mengumpulkan beberapa saksi terkait dengan perkara HM dan mengarahkannya agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.

Atas perbuatan tersebut, HK disangkakan telah melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Selain itu, HK juga diduga telah melanggar ketentuan Pasal 21 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Komentar