OUTENTIK – Pewarta Foto Indonesia (PFI) Palu bekerja sama dengan DOSS menggelar diskusi bertema “Foto Jurnalistik dalam Perspektif AI: Kreativitas, Etika, dan Realita” pada Rabu (7/5) di Warkop Celebest Walet Jati Baru, Kota Palu.
Kegiatan ini bertujuan membahas peran dan tantangan kecerdasan buatan (AI) dalam dunia foto jurnalistik.
Diskusi yang dihadiri jurnalis, mahasiswa, dan komunitas fotografi ini menyoroti bahwa meskipun AI berkembang pesat dalam bidang visual, nilai-nilai etika dan sentuhan manusia tetap tak tergantikan.
Dewan Etik PFI Palu, Basri Marzuki, menegaskan bahwa AI hanyalah alat bantu, bukan pengganti nurani jurnalis. “AI mengubah cara kita menangkap momen, tapi tetap membutuhkan sentuhan manusia untuk memahami konteks dan makna di balik sebuah foto,” ujarnya.
Sementara itu, eks fotografer Reuters, Bea Wiharta, menyampaikan bahwa AI tidak bisa menggantikan insting dan kepekaan seorang fotografer. Ia mencontohkan momen emosional seekor anak gajah yang hanya bisa ditangkap oleh kehadiran langsung seorang fotografer di lapangan.
“AI adalah mesin yang tidak punya rasa. Foto jurnalistik itu hidup karena konteks dan emosi, bukan sekadar gambar bagus,” kata Bea.
Peserta diskusi, Fery, menyatakan apresiasinya terhadap kegiatan ini. Ia menilai diskusi mampu menjawab kegelisahan terhadap AI dan menegaskan bahwa peran manusia tetap utama.
Kegiatan ini ditutup dengan sesi foto bersama dan harapan dari Ketua PFI Palu, Moh. Rifki, agar pewarta foto tetap menjaga nilai etika dan kepekaan di tengah gempuran teknologi digital.
“Diskusi seperti ini penting agar kita tetap menyadari bahwa teknologi hanyalah alat. Jiwa dari foto jurnalistik adalah manusia itu sendiri,” tutup Rifki.









Komentar